Tuesday 22 June 2021

Taat kepada Pemimpin, Wajib Gak Sih?

Di dalam keluarga ada pemimpin, di dalam diri kita masing-masing pun ada pemimpin.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ta’at kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)

Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh ‘ta’atilah’ karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (taabi’) dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Udah bukan waktunya lagi nanya covid itu beneran ada atau enggak. Udah bukan waktunya lagi nyalah-nyalahin pihak lain atas apa yg terjadi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ 
“Dan musibah apa saja yang menimpamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan).” [Asy-Syuraa: 30]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman: 
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ 
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” [Al-An’aam: 129]

Apabila rakyat ingin selamat dari kezhaliman pemimpin mereka, hendaknya mereka meninggalkan kezhaliman itu juga.” [5]

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata: “Penjelasan di atas sebagai jalan selamat dari kezhaliman para penguasa yang ‘warna kulit mereka sama dengan kulit kita, berbicara sama dengan lisan kita’ karena itu agar umat Islam selamat:
1. Hendaklah kaum Muslimin bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Hendaklah mereka memperbaiki ‘aqidah mereka.
3. Hendaklah mereka mendidik diri dan keluarganya di atas Islam yang benar.

Yuk mulai dari rumah, seorang suami/ayah yg ingin ditaati istri/anaknya wajib baginya lebih dulu memimpin dirinya untuk tunduk dan patuh terhadap Allah juga Rasul.
Seorang ibu yg ingin ditaati oleh anaknya pun lebih dulu patuh dan taat kepada Allah, Rasul dan suaminya sbg pemimpin di dalam rumah.
Sebagai warga negara yg beriman, yuk didik diri buat menaati perintah Allah untuk patuh terhadap peraturan dan kebijakan yg ada selagi gak melawan syariat Islam.

Setiap muslim yg percaya adanya hari pembalasan (Yamud Din) pastinya akan yakin kalau nantinya setiap yg kita kerjakan akan dipertanggungjawabkan.
Sebelum pemimpin kita ditanya apa aja ikhtiar mereka untuk menjaga sehat dan kesejahteraan rakyatnya, diri kita lebih dulu tentunya yg ditanya sama Allah udah berbuat apa aja sbg bentuk ikhtiar kita merawat dan menjaga tubuh yg Allah titipkan ini?
Setiap solat dalam Al Fatihah kita selalu berdoa "bimbing ke jalan yg lurus", kalau masih belok-belok mungkin masih ada dosa-dosa yg belum kita taubati.

Wednesday 24 February 2021

Surat Terbuka 3.1

Assalamualaikum Papah dan Bunda, apa kabar?
Semoga Allah masih terus titipkan nikmat sehat untuk Papah dan Bunda.
Pah.. Bunda..
Sebelumnya Rahma minta maaf lagi dan lagi hanya melalui tulisan Rahma bisa menyampaikan apa yg menjadi isi hati seorang anak untuk orangtua, karena betul-betul sampai hari ini Rahma belum mampu untuk mengungkapkannya secara lisan.
Semenjak menjadi orangtua.. Rahma semakin paham bahwa Allah hadirkan kita semua di dunia untuk beribadah kepada Allah.

Manusia menurut fitrahnya telah beragama, mengakui dan bersaksi bahwa Allah adalah tuhannya. Maka kalau ada orang yang tidak beragama tauhid, sesungguhnya itu tidak wajar. Biasanya hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan sekitarnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw: Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orangtuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi (H.R. Muslim).

Fitrah itu ibarat benih yang Allah titipkan kepada Papah dan Bunda untuk dirawat dan ditumbuhkan sesuai kadar-kadar fitrah itu agar kelak menjadi pohon yang baik, yang akarnya menghunjam ke tanah dan batangnya menjulang ke langit, daunnya rimbung menaungi dan buahnya lebat memberikan manfaat bagi semesta.

Maka peran fitrah Papah dan Bunda dalam mendidik, sangat mirip dengan peran seorang petani atau pekebun, yang tidak boleh berlebihan obsesif dan tidak boleh lalai pesimis. Maka setiap fitrah dan juga tiap tahap perkembangan fitrah harus dipahami baik-baik indikatornya agar tanaman yang kita pelihara akan tumbuh menjadi pohon yang baik atau Syajarotutthoyibah.
Maka kelak menjadi Sejarah yang baik bagi keluarga besar serta anak dan keturunannya.

Setiap anak lahir dgn fitrah kepemimpinan. Tidak ada yg lahir kecuali Allah telah menyertakan fitrah itu padanya.

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban."
Setiap tindakan atau perbuatan manusia dalam Islam selalu bersumber dari dalam jiwanya. Manusia bukan makhluk kosong tanpa jiwa atau makhluk seperti hewan yang bisa dilatih sesuai mau pelatihnya.

Hadits Arbain yang pertama dari Imam Nawawi rahimahullah menggambarkan bahwa amal itu dipicu oleh intrinsic motivation, atau motif dari dalam jiwa manusia, yang disebut dengan Niyaah. Niyaah ini tentu bersesuaian dengan Fitrah.
Ibarat pohon, Akhlaq adalah buah, yang harus tumbuh dari Benih yang baik.

Karenanya Abdul Qadir Jailani rahimahullah, mengatakan bahwa di dalam jiwa ada benih yang apabila dirawat, ditumbuhkan maka ia akan menjadi pohon yang baik, sebagaimana diumpamakan di dalam alQuran dengan SyajarotuThoyyibah, yang akarnya menghunjam ke bumi, batangnya menjulang ke langit, buahnya memberi manfaat pada setiap musim. Benih yang baik, bagi pohon yang baik, sehingga berbuah baik, itulah fitrah.

Hidup adalah pilihan, namun bukan pilihan yang merdeka semaunya, namun pilihan yang mempriotaskan suatu kebaikan yang mutlak, sebagai kebahagiaan hakiki dan agar jangan menyesal kelak. Bila mengandalkan aqal maka suatu saat anda akan ragu dan skeptis tanpa kepastian.

Apabila belum sanggup karena situasi dan kondisi maka berusahalah dan berikhtiyarlah sehingga tak berkepanjangan dan merobohkan semua hak fitrah lalu menjadi penyesalan.

Sesungguhnya Robbmu menghendaki kebaikan bagimu, diberikanNya fitrah dalam dirimu dan anak-anakmu agar engkau memenuhi haknya sehingga kau bahagia.
Just follow the fitrah. Ikuti saja fitrah itu.

[ Dan sesungguhnya keburukan itu akibat perbuatan tanganmu sendiri. ]

Tulisan di bawah ini Rahma mengutip dari kajian2 Ustad Harry Santosa:

• Banyak pasangan yang sejak awal menikah memulai dari nol bahkan minus, saling menolong, berkorban dan berjibaku. Lalu kemudian apa yang bisa menjelaskan, ketika akhirnya status ekonomi atau status sosial membaik bahkan berlimpah, atau sebaliknya tak pernah tercapai-capai, kemudian pasangan itu merasa hampa dan semua usaha dan pengorbanan bertahun-tahun itu seolah sia-sia dan akhirnya berpisah. Mengapa?

Lalu kita segera menuduh, bahwa pasangan itu kurang bersyukur pada Allah atau tidak bisa shabar bertahan pada godaan dunia dsbnya. Itu benar, namun tidak tepat, karena akar sesungguhnya adalah salah memahami makna syukur atau makna shabar.

Syukur bukanlah menerima apa yang ada (take it for granted) dan Shabar bukanlah bertahan dengan apa yang ada, namun menggali maksud Allah dibalik semua peristiwa, kesenangan maupun kesulitan, kelimpahan maupun kesempitan.

Ketahuilah bahwa banyak pasangan yang tidak segera menemukan misi keluarganya, tak menyadari pentingnya petajalan pernikahan menuju Allah, gagal mengkristalkan perjuangan bersama untuk menolong ummat atau agama Allah yang membuat cinta mereka makin merekah indah dan muthmainnah, lalu menjadi cinta ilahi yang abadi.

Inilah makna syukur sesungguhnya, menggali maksud Allah dibalik semua karunia baik sukses maupun gagal, yaitu menemukan kebermaknaan dan misi pernikahan.

Di sisi lain, banyak pasangan juga tak tahu bagaimana merencanakan kebahagiaan dalam hakekat kebahagiaan hakiki selaras fitrah dan sesuai maksud kebahagiaan (sa'adah) dalam Kitabullah, sehingga kemudian salah makna dan salah fokus, lalu hanya melulu fokus dan obsesi perbaikan ekonomi dan sosial. Maka kita saksikan, ketika sukses materi dan jabatan, atau gagal sukses materi dan jabatan, maka sama saja, pusaran hampa.

Inilah sesungguhnya hakekat Shabar, yaitu aktif merencanakan dan berjuang (mujahadah) mencapai keseimbangan hidup dan kebahagiaan hakiki selaras fitrah, bukan shabar dalam mengejar kesenangan atau menahan godaan.

Tanpa kejelasan misi pernikahan yang membuat cinta makin merekah indah, dan tanpa kemampuan merancang keseimbangan dan kebahagiaan hakiki, maka sesungguhnya fondasi pernikahan rapuh dan goyah mudah pecah, tinggal menunggu siapa yang lebih dulu berselingkuh atau siapa dulu yang khianat, yang menjadi penyebab robohnya bangunan dan perpisahan atau bisa saja terus bertahan sampai tua padahal sebenarnya jiwanya sudah berpisah sejak lama.

• Semoga kini kau paham, mengapa para suami atau istri yang selalu merasa benar karena egonya, dan selalu menyalahkan orang lain itu maka selamanya tak akan pernah bahagia sampai ia mau bertaubat, kembali kepada fitrahnya. Jika tidak maka ia akan terus berkutat dengan kebodohannya bahkan ignorant (bodoh namun tak tahu dirinya bodoh) walaupun berkali kali ganti pasangan. Itulah mengapa ia akan selalu menderita, karena alih alih sadar dan berusaha kembali kepada fitrahnya, tetapi ia sibuk menyalahkan orang lain bukan menyalahkan dirinya, motifnya adalah egocentric, dirinya pusat semesta.

Pengasuhannya atau pengalaman hidupnya, membawanya menjadi pribadi yang tak selaras fitrah, yaitu selalu mengalami pembelaan dan pembenaran, atau sebaliknya selalu mengalami pelecehan dan penyalahan. Kesalahan terbesar manusia adalah selalu melihat kesalahan pada orang lain, bukan pada dirinya, begitu pesan seorang Bijak.

Jadi, apabila begitu seterusnya, bahkan sampai berceraipun, ia tetap menyalahkan orang lain bukan menyalahkan dirinya. Ketika diminta untuk menjalani peran sesuai fitrahnya, dia menyalahkan pasangannya atau siapapun karena dianggap tak pernah memahami keunikannya atau passionnya atau karakternya atau label label yang melekat dalam dirinya padahal  itu hanya topeng yang melawan fitrahnya.

Namun, bagi ayahbunda yang hari ini mengalami krisis pernikahan atau menginginkan pernikahannya meningkat derajatnya di dunia dan di akhirat, namun mereka tetap sibuk untuk kembali menyadari kekeliruannya dan berani berusaha kembali kepada peran fitrahnya, semoga Allah berikan keberkahan dan kemudahan untuk kembali berbahagia.

Ketahuilah dan camkanlah bahwa ketenangan dan kebahagiaan itu berbanding lurus dengan seberapa kita kembali kepada Allah, Kitabullah dan fitrah kita termasuk fitrah keayahbundaan dan misi hidup selaras fitrah kita. Sambutlah peran atas fitrah itu, bertaqwalah (fokus) maka Allah akan curahkan hikmah dan berkah dari segala penjuru. 

Semoga melalui beberapa hal yg Rahma sampaikan ini.. bisa sedikit membuka hati dan mata Papah Bunda untuk menyimpulkan dan menemukan solusi yg tepat utk hubungan rumah tangga Papah juga Bunda ke depannya.
Kami sbg anak tidak memihak kepada siapa pun, karena sejak awal kami tidak pernah dilibatkan ataupun diberi ruang sebagai personal. Jujur kami sudah cukup lelah.. kami hanya menginginkan adanya kehangatan dan kedamaian jiwa yg tercurah pada sosok Papah serta Bunda. Anak-anak Papah berhak mendapat ketentraman dalam rumah. Papah dan Bunda pun berhak mengisi hari tua dgn lebih banyak kebaikan, keberkahan, amal soleh tanpa menzolimi satu sama lain.

Wassalamualaikum wr wb

Thursday 12 September 2019

Catatan Anak Tiri

14 Tahun yg lalu..
Sosoknya pernah berjanji bahwa ia akan bersedia menemani dan mengurus kami layaknya anak kandung.
Kenyataannya, kami semua mental (re: terlempar keluar) akan aturan-aturan dan sikap keras hatinya.
Sosoknya mengajarkan kami bahwa sebaik-baiknya ibu tiri tetaplah ibu yg kurang nurani.
Tidak ada anak yg sempurna, begitu pun dgn orangtuanya.
Ketika seseorang memiliki luka pengasuhan/ masa lalu yg belum tersadarkan dan disembuhkan, maka ia akan terus menyakiti lingkungan sekitar.
Dampaknya?
Keegoisan🙂
Kami hidup untuk Allah, datang dari Allah, dan akan kembali pada Allah.
Kami pun belajar kehidupan dari pengalaman diri sendiri, juga pengalaman orang lain, termasuk perilaku orang lain terhadap kami.
Sangat baiknya Allah tetap membimbing kami ke jalan yg dapat membangun keluarga dgn baik, meski panutan kami (re: orangtua) berantakan.
Tidak sedikit, anak-anak yg memiliki hubungan tidak harmonis; masa lalu yg tidak sehat, masih berkeinginan dan mampu berkeluarga.
Di luar sana, banyak yg seperti kami berakhir sbg pecandu narkoba, trauma bersosialisasi hingga bunuh diri.
Kami tumbuh dgn kesadaran sendiri utk menjadi pribadi yg lebih baik lagi,
meski di matanya kami bukan anak-anak yg dididik dgn baik.
Allah yg menyuruh kami untuk selalu berharap kepada-Nya, dan jangan berharap kepada manusia karena pasti akan kecewa.
Untuk itu, doa kami yg tiada putus adalah diberikan kesehatan batin, kelapangan hati untuk senantiasa mensyukuri seluruh nikmat hidup dari-Nya.
Biarkan manusia menilai, bukankah Allah yg Maha Mengetahui apa yg ada di dalam dada kami (manusia)? Al Ankaboot: 10

Salam
Kami yg terluka oleh ibu tiri

Tulisan ini saya dedikasikan untuk Adik yg baru saja genap 19 tahun.

Monday 18 September 2017

Pesan Untuk Adik

Dik,
Memaafkan itu tugas manusiawi
Memaafkan itu kendali emosi
Memaafkan itu pilihan hati
Hati jadi bersih
pun tanda kasih
Jangan salah-salah kelola hati
Sedikit pun timbul rasa benci
Lekas kausudahi

Wednesday 13 September 2017

Perempuan Pencinta Sunyi


Dalam sepi yang sendiri
Kau hidup bersama mimpi-mimpi
Tak perlu berlari
Lelah kau nanti
Bersediakah kau kutemani?
Ah iya hampir lupa, kau lebih suka sunyi
Bukan tak ingin berbagi
Kau memang sedang butuh sepi
Sementara aku masih selalu setia di sini

Wednesday 6 September 2017

Warta

Related image
Di sudut ruang sana
Lembaran surat warta kubuka
Ah tak sukanya
Selalu ada-ada saja halaman belasungkawa
Yang mati kurasa baik-baik saja
Bahkan tertawa melihat fotonya
Ia tak minta
Kematian datang tiba-tiba
Cinta tak dibawa
Harta begitu saja
Hanya ada pahala dan dosa
Pejamkan mata
Hadiahkan sebanyak-banyaknya doa

Tuesday 29 August 2017

Seberapa Penting Introspeksi?

Introspeksi diri itu penting,

bahkan sangat pentingnya perlu kita lakukan setiap hari. Bertanya pada diri, berkaca untuk segala kebaikan dan keburukan selama 24 jam yang sudah terlewatkan. Berjalan dengan positif atau terbuang sia-sia begitu saja.

Benar lisan memang yg paling utama untuk dijaga. Karena apa? Terkadang kita segan menyadari kesakithatian orang tercipta karena lisan kita, tetapi kita mudah merasa sakit hatinya karena lisan orang lain. Bukan begitu?

Hitunglah berapa banyak dalam sehari kamu mengeluh, jengkel dan memaki orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara lisan maupun kamu simpan dalam hati, baik kamu lampiaskan ke orang tsb maupun kamu lampiaskan pula ke orang lainnya lagi.

Begini saja, ingatlah setiap sehabis salat untuk senantiasa merasa diri ini sangat kecil dihadapan Allah, perbanyak berzikir agar tak mudah sakit hatinya, lupakan segala kebaikan kita dan keburukan orang lain untuk menjadi pribadi yang ikhlas agar menjalani hari-hari dengan rasa tenang dan damai, jauhkan pikiran dari prasangka buruk agar kau tak menduga-duga, menerka-nerka dan berburuk sangka.